Merapi lagi


Jumat lalu. Tepatnya jumat dini hari pukul setengah satu malam. Terdengar bunyi gemuruh yang cukup keras. Awalnya aku pikir itu suara petir, tapi suara itu terdengar terus menerus, hingga pada pukul 12 malam suara gemuruh itu makin keras dan dapat menggetarkan kaca dan lantai. Aku panik tapi masih berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin ini memang suara Guntur, pikirku. Tapi karena suara itu masih juga gak mau berhenti akhirnya aku telphon Andre, mencoba mencari teman untuk tidak tidur malam itu. Ditengah-tengah kami telpon tiba-tiba listrik mati dan anak-anak kos ribut mau mengungsi. Ternyata disaat listrik mati tersebut merapi meletus lagi, jalan kaliurang dihujani lumpur yang cukup pekat. Awalnya aku dan Ana berniat untuk tidak mengungsi saja karena situasi diluar benar-benar mencekam. Mati lampu disertai dengan hujan yang cukup deras disertai juga dengan lumpur. Tapi karena tiba-tiba kami mencium bau gosong terpaksa kami turun kejalan untuk mengungsi juga. Jalan kaliurang benar-benar ramai, mungkin motor kami hanya bisa berjalan kurang dari 5KM/Jam sementara kami terus dihujani lumpur yang membuat jarak pandang kami terbatas. Motor, baju, helm, semuanya berlumpur bahkan aku sempat melihat beberapa orang tua yang dinaikkan mobil bak terbuka, badan mereka kotor sekali. Kasihan aku melihat mereka, tapi apa yang bisa aku lakukan sementara aku juga sedang berjuang untuk menyelamatkan diri. Suasana sudah agak kondusif ketika kami sampai dijalan kaliurang km9, karena para pengungsi sudah dibawa kestadiun maguwoharjo. Beberapa pengungsi yang berada pada radius kurang dari 20 KM semuanya ikut dievakuasi pada malam itu. Karena ternyata letusan merapi pada jumat dini hari itu adalah letusan besar sehingga radius aman pun harus ditingkatkan menjadi 20KM. Dan kosku termasuk dalam radius 20 KM tersebut.
Perjalanan menakjubkan bersama Ana Fathanah, 2 kali kami mengungsi gara-gara merapi ini. Kejadian pertama hanya berupa hujan abu biasa tanpa disertai air hujan. Efek yang ditinggalkan hanya gatal-gatal dan mata perih. sementara disepanjang jalan kaliurang ya hanya diselimuti abu biasa dan masih bisa dibersihkan. Sementara jumat dini hari itu benar-benar kejadian luar biasa yang pernah aku alami. Hujan lumpur diseratai bau gosong entah bau gosong yang ditimbulkan oleh letusan merapi atau bau gosong karena ada listrik yang konslet. Karena aku pernah membaca sebuah artikel yang menyebutkan bahwa abu vulkanik merupakan media yang baik untuk mengalirkan listrik sehingga bisa saja malam itu terjadi konsleting karena adanya abu vulkanik tersebut. It’s the wonderful night that I ever had. Perasaan yang tidak bisa digambarkan pada malam itu. Sedih, gugup, takut, kasihan, bercampur jadi satu. Aku sedih melihat orang-orang berjuang menyelamatkan diri, tapi mungkin bahkan orang lain juga kasihan melihatku dengan kondisi yang penuh lumpur. Kami semua sama pada malam itu, tidak ada yang sombong karena tidak ada harta yang dibawa kecuali yang melekat dibadan kita. Tidak ada yang bisa disombongkan karena semuanya jelek terkena lumpur vulkanik. Hanya satu yang aku inginkan malam itu. Aku ingin pulang! Aku ingin selamat. Tidak peduli harus meninggalkan kuliah berapa lama yang penting aku bisa menyelamatkan diri dan bisa jauh dari merapi. Aku takut, dan belum siap jika harus terpanggang hidup-hidup karena awan panas itu. Mungkin ini suatu bentuk ‘pengecut’ yang aku punya. Karena sesungguhnya segalanya baik itu hidup dan mati kita sudah ditakdirkan oleh Allah swt, tidak peduli ditempat yang aman sekalipun bila sudah saatnya malaikat mautpun akan datang.
Saat ini aku berada diradius yang sangat aman. Akibat lain yang ditimbulkan oleh merapi itu kuliah diliburkan. kampusku terkena abu vulkanik yang sangat tebal dan kampusku juga termasuk radius 20KM dari merapi, sehingga kami diliburkan hingga tanggal 17 November. Liburan yang tak semestinya itu ternyata tidak enak. Kemarin sebelum merapi meletus aku dan Andre sempat merencanakan ingin liburan ke Ketep Magelang tapi ternyata yang kami rencanakan harus ditunda. Jadi liburan ini benar-benar full day in home. Mau mengerjakan tugas, buku dan teman-temannya tertinggal dikos, jadi ya sudahlah mari kita nikmati liburan ini dengan banyak berdoa.
Merapi sampai saat ini masih terus bergejolak. Merapi tak pernah ingkar janji karena setiap 4 tahun sekali merapi pasti memuntahkan awan panas dan material lainnya yang katanya bisa menyuburkan tanah daerah lereng sekitar. Tapi letusan merapi tahun ini memang benar-benar luar biasa. Mungkin memang iya pada akhirnya daerah yang terkena hujan abu vulkanik akan menjadi daerah yang subur, tapi dampak yang ditimbulkan merapi ini luar biasa. Korban jiwa mencapai ratusan orang, tanaman petani yang siap panen pun harus rela gagal panen karena ulah abu vulkanik yang membuat sebagian ladang mereka tertutup abu, sehingga cabe dan sejenisnya yang siap dipanen pun menjadi keriput. Belum lagi dampak sekunder merapi yang berupa lahar dingin. Warga disekitar bantaran sungai code pun harus was-was setiap hujan tiba. Karena ditakutkan sungai tersebut akan meluap lantaran terjadi pendangkalan sungai yang disebabkan oleh material merapi tersebut.
We pray for you Jogjakarta. Mungkin kami sering berbuat salah sehingga sang Kuasa menegur kita seperti ini. Jangan jadikan Jogjakarta sebagai kota yang penuh kesyirikan. Jika memang kalian percaya Allah itu ada, biarkan cukup Allah yang menjadi penolong kita.